Jika baru-baru ini Anda mengalami berjalan sambil tidur, berikut kemungkinan mengapa seseorang memasuki keadaan zombie seperti itu.
Penderita jalan sambil tidur disebut somnabulisme. Somnabulisme yang diderita 4% orang dewasa ini bisa menyebabkan kebingungan mental, amnesia, bahkan luka fisik saat mereka berjalan-jalan ke luar.
Menurut Direktur University of Washington Sleep Disorders Center di Harborview Medical Center Dr Vishesh Kapur, jalan sambil tidur umumnya ditemui pada anak-anak namun terkadang juga biasa muncul saat anak sudah besar.
Pada edisi Februari 2008 jurnal Annals of Neurology, Zadra, Mathieu Pilon dan Jacques Montplaisir menjelaskan bagaimana mereka mengevaluasi 40 orang yang dicurigai berjalan dalam tidur.
Masing-masing ‘tersangka’ dirujuk ke Sleep Research Centre di Sacr-Coeur Hospital, rumah sakit pendidikan Universit de Montral antara Agustus 2003 hingga Maret 2007. “Studi kami menemukan, kurang tidur cenderung memicu jalan dalam tidur seseorang,” kata Zadra.
Subyek yang ambil bagian dalam studi ini sepakat mengubah dasar pola tidur selama penilaian sepanjang malam awal. Selama kunjungan berikutnya, pasien tetap terjaga sepanjang malam dan tetap berada di bawah pengawasan konstan.
Tidur pemulihan diizinkan di pagi berikutnya setelah pasien terjaga selama 25 jam. Subyek direkam di tiap periode tidur sembari tim riset mengevaluasi perilaku mereka. Rekaman mulai dari memainkan seprei hingga berusaha melompati rel tidur.
Subyek dievaluasi pada skala tiga poin berdasarkan kompleksitas tindakan mereka. Selama tidur awal, hanya setengah pasien menunjukkan 32 perilaku tersebut. Selama tidur pemulihan, angka tersebut meningkat 90%. Studi ini didukung Canadian Institute of Health Research.
“Berjalan dalam tidur adalah gangguan gairah, semacam campuran keadaan,” kata Kapur. Terdapat tiga keadaan dalam dunia tidur, terjaga, tidur non-REM (gerak mata cepat) dan tidur REM (paling terkait mimpi).
Berjalan dalam tidur merupakan campuran bangun dan tidur non-REM, ungkapnya. Semacam gairah atau gangguan tidur juga bisa memicu berjalan dalam tidur, kata Kapur. Jadi, orang yang memiliki gangguan pernapasan (apnea) saat tidur (mendengkur umumnya disebabkan apnea) terkadang bisa berjalan dalam tidur.
Hal tersebut dikarenakan, apnea bisa menciptakan suatu keadaan dimana seseorang berada pada kondisi antara tidur non-REM dan terjaga.
Genetik keluarga juga bisa mempengaruhi ‘calon’ penderita jalan dalam tidur, ungkap Kapur. Namun, masih banyak yang belum diketahui mengenai alasan beberapa orang berjalan dalam tidur dan lainnya tidak.
“Kita tahu berjalan dalam tidur lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Adanya faktor predisposisi mungkin menjadi fakta anak-anak mengalami gelombang lambat tidur, tidur non-REM dalam merupakan awal berjalan dalam tidur,” lanjut Kapur.
Salah satu perhatian utama berjalan dalam tidur adalah, cedera pada diri sendiri atau orang lain. Bila ada masalah perilaku kompleks yang membuat seseorang pergi dari rumah atau berpotensi melakukan kegiatan yang dapat melukai diri, mereka harus dievaluasi dan diobati, jelas Kapur.
Pengobatan berjalan dalam tidur meliputi kebersihan tidur yang lebih baik, menjaga jadwal tidur yang teratur (untuk menghindari kurang tidur) dan menghindari kelebihan alkohol serta kafein, terutama di malam hari. Untuk kasus ekstrim, pengobatan melalui medis bisa dilakukan.
Menurut para ahli, jalan sambil tidur disebabkan kurangnya jam tidur. Menurut kepala tim penyelidik fenomena ini, Antonio Zadra dari Universite de Montreal, orang yang berjalan sambil tidur harus menjaga jam tidurnya guna menghindari terjadinya hal tersebut.
Penderita jalan sambil tidur disebut somnabulisme. Somnabulisme yang diderita 4% orang dewasa ini bisa menyebabkan kebingungan mental, amnesia, bahkan luka fisik saat mereka berjalan-jalan ke luar.
Menurut Direktur University of Washington Sleep Disorders Center di Harborview Medical Center Dr Vishesh Kapur, jalan sambil tidur umumnya ditemui pada anak-anak namun terkadang juga biasa muncul saat anak sudah besar.
Pada edisi Februari 2008 jurnal Annals of Neurology, Zadra, Mathieu Pilon dan Jacques Montplaisir menjelaskan bagaimana mereka mengevaluasi 40 orang yang dicurigai berjalan dalam tidur.
Masing-masing ‘tersangka’ dirujuk ke Sleep Research Centre di Sacr-Coeur Hospital, rumah sakit pendidikan Universit de Montral antara Agustus 2003 hingga Maret 2007. “Studi kami menemukan, kurang tidur cenderung memicu jalan dalam tidur seseorang,” kata Zadra.
Subyek yang ambil bagian dalam studi ini sepakat mengubah dasar pola tidur selama penilaian sepanjang malam awal. Selama kunjungan berikutnya, pasien tetap terjaga sepanjang malam dan tetap berada di bawah pengawasan konstan.
Tidur pemulihan diizinkan di pagi berikutnya setelah pasien terjaga selama 25 jam. Subyek direkam di tiap periode tidur sembari tim riset mengevaluasi perilaku mereka. Rekaman mulai dari memainkan seprei hingga berusaha melompati rel tidur.
Subyek dievaluasi pada skala tiga poin berdasarkan kompleksitas tindakan mereka. Selama tidur awal, hanya setengah pasien menunjukkan 32 perilaku tersebut. Selama tidur pemulihan, angka tersebut meningkat 90%. Studi ini didukung Canadian Institute of Health Research.
“Berjalan dalam tidur adalah gangguan gairah, semacam campuran keadaan,” kata Kapur. Terdapat tiga keadaan dalam dunia tidur, terjaga, tidur non-REM (gerak mata cepat) dan tidur REM (paling terkait mimpi).
Berjalan dalam tidur merupakan campuran bangun dan tidur non-REM, ungkapnya. Semacam gairah atau gangguan tidur juga bisa memicu berjalan dalam tidur, kata Kapur. Jadi, orang yang memiliki gangguan pernapasan (apnea) saat tidur (mendengkur umumnya disebabkan apnea) terkadang bisa berjalan dalam tidur.
Hal tersebut dikarenakan, apnea bisa menciptakan suatu keadaan dimana seseorang berada pada kondisi antara tidur non-REM dan terjaga.
Genetik keluarga juga bisa mempengaruhi ‘calon’ penderita jalan dalam tidur, ungkap Kapur. Namun, masih banyak yang belum diketahui mengenai alasan beberapa orang berjalan dalam tidur dan lainnya tidak.
“Kita tahu berjalan dalam tidur lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Adanya faktor predisposisi mungkin menjadi fakta anak-anak mengalami gelombang lambat tidur, tidur non-REM dalam merupakan awal berjalan dalam tidur,” lanjut Kapur.
Salah satu perhatian utama berjalan dalam tidur adalah, cedera pada diri sendiri atau orang lain. Bila ada masalah perilaku kompleks yang membuat seseorang pergi dari rumah atau berpotensi melakukan kegiatan yang dapat melukai diri, mereka harus dievaluasi dan diobati, jelas Kapur.
Pengobatan berjalan dalam tidur meliputi kebersihan tidur yang lebih baik, menjaga jadwal tidur yang teratur (untuk menghindari kurang tidur) dan menghindari kelebihan alkohol serta kafein, terutama di malam hari. Untuk kasus ekstrim, pengobatan melalui medis bisa dilakukan.